Tiga Tips Hindari Kecelakaan Laboratorium Masih ingatkah Anda kecelakaan laboratorium yang terjadi di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia? Kecelakaan yang menimpa 14 orang praktikan tersebut bukan merupakan kecelakaan di laboratorium yang pertama kali terjadi. Berbagai jenis kecelakaan yang berhubungan dengan laboratorium telah berulang kali terjadi dengan berbagai macam penyebab dan akibat. Harus kita akui, pekerjaan laboratorium merupakan pekerjaan yang cukup berbahaya sehingga rawan terjadi kecelakaan. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus terhadap pekerjaan yang dilakukan. Medicalogy akan memberi Anda tiga tips untuk menghindari kecelakaan di laboratorium.
1. Rencanakan Sarana dan Prasarana Laboratorium
Ya, salah satu cara menghindari kecelakaan di laboratorium dimulai dari perencanaan sarana dan prasarana pada laboratorium tersebut, jauh sebelum pekerjaan laboratorium yang sebenarnya dilakukan. Karena terdapat banyak jenis pekerjaan laboratorium, perlu dipikirkan sarana dan prasarana apa saja yang dibutuhkan untuk menjalani kerja nantinya di laboratorium tersebut. Sebagai contoh, pekerjaan dengan menggunakan atau yang menghasilkan gas akan membutuhkan ventilasi yang memadai pada ruangan laboratorium. Misalnya, proses pembakaran yang terjadi pada laboratorium tanpa ventilasi memadai akan menyebabkan pekerja keracunan gas karbon dioksida dan karbon monoksida. Oleh karena itu, ruangan sebaiknya dirancang memiliki jumlah dan ukuran jendela yang memadai atau terdapat pemasangan exhaust.
Sarana dan prasarana laboratorium yang juga penting adalah keberadaan alat-alat penunjang penelitian yang cocok dengan tujuan laboratorium tersebut. Sebagai contoh, dalam sebuah laboratorium kimia yang akan bekerja dengan senyawa-senyawa organik mudah menguap sebaiknya menyediakan lemari asam (fume hood). Bekerja dengan senyawa-senyawa tersebut tanpa menggunakan lemari asam meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan laboratorium dan menurunkan kesehatan pekerja laboratorium akibat paparan terhadap senyawa.
Meskipun sudah dicegah sedemikian rupa, risiko terhadap kecelakaan laboratorium masih ada, sehingga diperlukan alat-alat penanganan pertama terjadinya kecelakaan di laboratorium. Untuk mengetahui alat-alat apa saja yang perlu diinstalasi pada laboratorium tersebut, perlu diketahui risiko terjadinya kecelakaan terlebih dahulu sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Misalnya, pada laboratorium kimia terdapat risiko kebakaran sehingga diperlukan instalasi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan sprinkler kebakaran dengan sensor terhadap asap. Selain itu, laboratorium dengan pekerjaan yang memiliki risiko terjadinya percikan senyawa korosif ke bagian tubuh sebaiknya menginstalasi wastafel yang mudah dijangkau. Dengan ini, risiko terjadinya kecelakaan yang sangat merugikan menjadi minimal karena sudah terdapat proteksi terhadap risiko yang mungkin terjadi.
Dengan banyaknya sarana dan prasarana di laboratorium yang menunjang kerja dan keselamatan kerja, akan menjadi semakin sulit mengetahui performa alat secara individual. Oleh karenanya, diperlukan pengecekan kondisi dan kalibrasi alat yang dilakukan secara berkala. Hal tersebut menjadi sangat penting karena adanya defek pada alat dapat menjadi bahaya bagi para pekerja laboratorium. Sebagai contoh, seorang pascasarjana dari University of California, Santa Barbara (UCSB) pernah menjadi korban ledakan labu vakum akibat adanya retak pada labu. Dalam kasus tersebut, untungnya pekerja laboratorium selamat, akan tetapi kehilangan banyak darah akibat pecahan gelas yang beterbangan. Ada baiknya seluruh peralatan yang akan digunakan dicek baik-baik sebelum digunakan, dan dilakukan pengecekan berkala terhadap peralatan laboratorium untuk memastikan fungsinya masih baik.
2. Kenali Bahan yang Digunakan
Pekerjaan dalam laboratorium biasanya menggunakan berbagai macam jenis bahan, dari bahan yang sangat umum ditemukan hingga bahan-bahan yang bahkan namanya pun sulit diingat. Akan tetapi, perlu diketahui semua jenis bahan yang akan digunakan di dalam laboratorium, karena setiap bahan memiliki karakteristik masing-masing sehingga diperlukan cara penanganan khusus. Karakteristik bahan-bahan yang mirip dapat digolongkan menjadi satu sehingga lebih mudah dimengerti dari segi penanganannya. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 tahun 2014 tentang Bahan Berbahaya dan Beracun telah mencantumkan penggolongan bahan-bahan yang berbahaya atau mencemari lingkungan hidup. Bahan-bahan tersebut dapat digolongkan menjadi bahan mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, korosif, dan beracun. Sebagian besar bahan yang digunakan di laboratorium merupakan bahan-bahan yang tergolong berbahaya, sehingga dengan penggolongan tersebut diharapkan dapat diketahui cara penanganan yang tepat. Penggolongan bahan-bahan kimia dapat diketahui dari label yang berada di luar kemasan bahan tersebut.
Simbol bahan berbahaya dan beracun
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai bahan yang akan digunakan, perlu diketahui dengan pasti identitas bahan yang akan digunakan. Selanjutnya, diperlukan pengetahuan terhadap karakteristik khusus bahan tersebut. Salah satu caranya adalah dengan melihat Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan yang akan digunakan. Pada MSDS terdapat karakteristik fisika, kimia, stabilitas, hingga risiko yang dapat terjadi terkait bahan tersebut selama pengerjaan di laboratorium. Bahkan, terdapat bab khusus mengenai penanganan secara khusus bahan tersebut yang tercantum di dalam MSDS, sehingga penting untuk menjadi perhatian. Bagaimana jika identitas bahan yang akan digunakan dalam pekerjaan di laboratorium tidak diketahui? Dalam kasus tersebut, selalu waspadalah dan anggaplah bahan tersebut berbahaya sebelum terbukti tidak berbahaya. Dalam kasus tersebut, jagalah jarak aman dengan bahan, hindari pemanasan, kontak secara langsung dengan bahan, hingga pencampuran antara bahan tersebut dengan bahan lain untuk menghindari reaksi kimia yang tidak diinginkan.
3. Taat pada Peraturan Laboratorium
Semua laboratorium yang baik pasti memiliki peraturan mengenai tata cara kerja pada laboratorium tersebut. Meskipun sarana dan prasarana laboratorium sudah memadai dan pengetahuan mengenai bahan telah dikuasai, jika peraturan di laboratorium tidak dijalankan maka risiko kecelakaan terjadi akan tetap tinggi. Oleh karena itu, diperlukan setidak-tidaknya prosedur operasional standar (SOP) dan tata tertib yang harus ditaati di laboratorium. Sebagai contoh, perlu dibuat SOP untuk menggunakan setiap peralatan yang terdapat di dalam laboratorium. Bahkan, SOP tersebut sebaiknya dicetak dan ditempel di dekat peralatan tersebut agar mudah dijangkau siapapun yang hendak menggunakannya. SOP juga dapat dijalankan dengan melakukan pelatihan khusus terhadap pekerja laboratorium, misalnya setelah pembelian peralatan baru.
Terakhir, hal yang paling penting adalah menjaga keamanan diri sendiri dengan menggunakan berbagai pengaman dari kecelakaan yang mungkin terjadi. Meskipun suatu pekerjaan sangat rutin dilakukan dan sepertinya memiliki risiko rendah untuk menyebabkan kecelakaan laboratorium, tidak ada salahnya menggunakan berbagai pengaman untuk tubuh Anda. Alat pengaman utama yang perlu digunakan adalah jas laboratorium dan kacamata laboratorium. Jas laboratorium menghindari kontak antara anggota tubuh dengan percikan bahan-bahan korosif seperti asam kuat, sedangkan kacamata laboratorium menghindari kontak mata dengan percikan, debu, maupun gas berbahaya. Sebaiknya dipilih jas laboratorium dengan lengan panjang untuk memaksimalkan proteksi. Kedua alat pengaman tersebut merupakan standar pengaman diri pada laboratorium, namun pada beberapa laboratorium khusus bisa jadi dibutuhkan alat pengaman yang berbeda. Misalnya pada laboratorium yang bekerja dengan senyawa radioaktif pemancar partikel berenergi tinggi, dibutuhkan baju khusus yang mirip astronot.
Kiri: Jas laboratorium standar, Kanan: Baju proteksi terhadap bahan radioaktif Sudahkah Anda menjalankan tips-tips tersebut? Mari hindari kecelakaan laboratorium sebelum terjadi dengan sarana-prasarana baik, pengenalan bahan, dan ketaatan pada peraturan.