Di negara maju seperti Amerika, dan Eropa, bahkan terjadi di kota – kota besar di Indonesia, banyak orang berevolusi menjadi workaholic dan karena tuntutan pekerjaan, harus menghabiskan waktu berjam – jam di tempat kerja, sekaligus dituntut untuk menghasilkan pekerjaan yang baik secara profesional dalam tekanan deadline tertentu. Hal – hal semacam ini, tak bisa dipungkiri, dapat menajdi pemicu munculnya stress di tempat kerja, atau umum dinamakan occupational stress.
Apa itu Occupational Stress?
Menurut WHO, occupational/work related stress atau stress di tempat kerja atau adalah sebuah respon yang ditimbulkan karena dihadapkan pada tekanan dan tuntutan kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan seseorang, sehingga orang tersebut tidak dapat mengatasinya.
Apa penyebab Occupational Stress ?
Penyebab occupational stress ada bermacam – macam, yang digolongkan menjadi work content dan work context.
Work content meliputi :
-
Pekerjaan yang monoton
-
Tugas-tugas yang terasa tidak bermakna (tidak menyatu dengan tugas yang diberikan)
-
Kurangnya inovasi dalam pekerjaan
-
Work load yang tinggi atau bahkan tidak melakukan apa apa karena work load terlalu rendah
-
Pekerjaan yang selalu dikejar oleh deadline
-
Tidak bisa bergaul dengan rekan kerja
-
Tidak diikutsertakan dalam decision-making
-
Pekerjaan yang monoton dan pasif.
Dari segi work context termasuk :
-
Kurangnya kesempatan promosi
-
Pekerjaan dengan nilai sosial yang rendah
-
Peran yang tidak jelas di suatu perusahaan
-
Hubungan interpersonal dengan rekan kerja
-
Ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
WHO juga meneliti penyebab occupational stress adalah karena manajemen kerja yang tidak baik (kegagalan cara mendesain pekerjaan, sistem bekerja, hingga kurangnya kontrol proses pada pekerjaan), lingkungan kerja yang tidak mendukung atau tidak menyenangkan, dan kurangnya support dari teman atau atasan.
Apa yang terjadi ketika anda stress?
Ketika kita stress, tubuh merespon seolah – olah ada bahaya dari luar. Bentuk responnya bermacam -macam : meningkatnya heart rate, sakit kepala, sakit perut, sakit punggung, hingga gangguan tidur. Yang lebih buruk, bisa melemahkan sistem imun, dan mudah terserang penyakit. Bahkan, jika stress di tempat kerja terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti stroke. Studi di Jepang membuktikan terdapat dua kali lipat peningkatan resiko penyakit stroke pada pria dengan tekanan kerja yang tinggi di kantor maupun karena kontrol pekerjaan yang rendah. Secara psikologis, stress dapat berkembang ke arah yang lebih buruk seperti kecemasan yang berlebihan (anxiety), penyalahgunaan obat dan alkohol, hingga merasa sangat lemah dan rendah diri.
Bagaimana mencegah occupational stress?
Baik dari organisasi tempat bekerja maupun dari diri pekerja sendiri harus bekerja bersama sama dalam menanggulangi stress. Salah satu yang dapat diterapkan oleh pihak organisasi adalah modifikasi prosedur kerja dan melakukan Employee Assistance Program (EAP). EAP merupakan sebuah prosess yang termasuk assessment, konseling jangka pendek, referral service dengan tujuan untuk membantu para pekerja mengatasi masalah personal yang dapat berdampak pada performa kerja, kesehatan, hingga kesejahteraan. Bagaimanapun juga, cara utama mencegah occupational stress adalah dari diri sendiri. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan individu untuk menghindari stress, yang dikenal dengan 4 A.
Avoid
Menghindari stress dengan kontrol lingkungan sekitar. Sebagai contoh, menghindari stress karena kemacetan dengan datang ke kantor lebih awal, menghindari bersinggungan dengan orang-orang yang mengganggu atau dapat meningkatkan stress di tempat kerja, dan belajar untuk berkata “tidak” pada orang lain.
Alter
Mengkomunikasikan perasaan secara terbuka, sebagai contoh, berani mengatakan “Saya merasa stress dengan workload yang berat” kepada atasan. Jika tidak menyukai sikap atau tingkah laku seseorang, misal orang terdekat, belajar untuk bisa memintanya dengan halus untuk mengubah sikapnya yang terasa mengganggu.
Accept
Terkadang kita harus menerima hal yang tidak kita suka. Dalam kasus seperti ini, disarankan bagi kita untuk berbicara kepada seseorang mengenai hal yang tidak menyenangkan, berbagi pengalaman dengan teman yang bisa memahami kita. Selain itu belajar untuk selalu memaafkan orang lain.
Adapt
Beradaptasi berarti dapat menyesuaikan harapan dengan kenyataan. Dalam beradaptasi, terkadang dibutuhkan usaha mengubah standar atau ekspektasi, yang diyakini dapat menolong mengatasi atau mencegah stress. hal ini dapat dilakukan dengan mendefinisi ulang pengertian sukses untuk diri kita, dan berhenti menjadi perfeksionis. Selain itu, menyingkirkan pikiran-pikiran negatif, dan berpikir melalui sudut pandang yang baru, yang lebih positif.
Stress dalam pekerjaan memang hal biasa di era seperti saat ini. Akan tetapi, jika tidak segera diatasi atau dicegah kemunculannya, bukan tidak mungkin akan berkembang ke arah penyakit lain yang lebih buruk, baik secara fisik maupun psikologis. Pengecekan stress secara dini dapat membantu mengelola dan mengatasi stress. Oleh karena itu, seperti kata pepatah “Bahagia bergantung pada diri kita sendiri”, maka hanya kita lah yang mampu membahagiakan diri sendiri dan melindungi diri dari penyakit stress. (uc)