Belakangan ini dunia medis dikejutkan dengan temuan menakjubkan Dr. Warsito Purwo Taruno. Pria yang akrab disapa Dr. Warsito ini menciptakan suatu alat pembunuh sel kanker. Dr. Warsito merupakan Dokter jebolan Shizuoka University yang meraih gelar Ph.D dalam bidang Electronic Science and Technology pada tahun 1997. Kemudian, beliau mengembangkan Center for Tomography Research Laboratory (CTECH Labs) Edward Technology, pusat riset dan produksi tomografi 4D pertama di dunia, di wilayah Tangerang, Banten. Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel/jaringan yang tak terkendali. Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan munculnya kanker, salah satunya adalah sistem imun seseorang yang dapat diukur dengan alat immuno-diagnostik.
Awalnya, Dr. Warsito dikenal sebagai ahli tomografi, yaitu ilmu atau teknologi tentang cara melihat reaksi dalam reaktor baja atau bejana tak tembus cahaya. Namun, karena beliau berniat untuk membantu kakaknya, Suwarni, yang tengah menderita kanker payudara stadium IV, beliau lalu berusaha membuat alat pembunuh sel kanker. Dari sinilah kemudian lahir Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT), yaitu alat pemindai tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis. Temuan ini adalah teknologi pemindai 4D yang pertama di dunia, dan kabarnya berhasil mengungguli CT Scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging).
Cara kerja ECVT adalah memanfaatkan medan elektronik statis, yang ternyata dapat mengacaukan sel-sel kanker ganas yang sedang membelah diri kemudian membunuhnya. Selain dalam bentuk rompi, Dr. Warsito mengembangkan berbagai macam bentuk lainnya yaitu berupa helm, celana, masker, dan selimut anti kanker yang berguna untuk mengobati berbagai macam kanker yaitu kanker otak, kanker payudara, kanker serviks, kanker mulut, serta kanker yang sudah menyebar ke bagian tubuh lainnya. Dua diantara jenis kanker tersebut, yaitu kanker payudara dan kanker serviks merupakan kanker yang sangat berbahaya dan saat ini menjadi penyebab utama kematian wanita di dunia. Lakukan skrinning kanker serviks dengan alat telecervico system.
Prosedur Penggunaan Rompi Anti Kanker
Sebelum menggunakan rompi atau alat anti kanker bentuk lainnya, pasien kanker harus melakukan CT Scan terlebih dahulu untuk melihat posisi sel kanker ganas dalam tubuhnya, sehingga dapat ditentukan dari arah mana elektroda penghasil listrik akan menembak. Elektroda harus berada tepat di atas sel kanker, karena jika tidak tepat maka tidak akan efektif untuk membunuh sel kanker tersebut. Setelah itu barulah rompi anti kanker dikenakan. Aturannya adalah semakin tinggi stadium kankernya maka semakin rendah jam penggunaannya. Untuk kanker stadium tinggi biasanya butuh pemakaian selama 2-3 jam sehari. Sedangkan untuk kanker stadium rendah butuh pemakaian selama 8-12 jam sehari. Kemudian sel-sel kanker yang pecah akibat terkena gelombang listrik akan berubah menjadi cairan yang dikeluarkan lewat keringat, urin, dan feses. Yang masih menjadi masalah adalah cairan tersebut berlendir dan berbau kurang sedap sehingga penderita kanker menjadi kurang nyaman. Namun demikian, hal ini menandakan sel-sel kanker yang telah dihancurkan oleh alat tersebut sedang dikeluarkan atau detoksifikasi.
Review Rompi Anti Kanker
Walaupun penemuan rompi kanker Dr. Warsito ini dinilai menakjubkan, namun tetap saja memunculkan banyak pro dan kontra. Sempat beredar kabar bahwa Kementerian Kesehatan kurang mendukung temuan alat ini. Beberapa tenaga medis seperti dokter pun masih mempertanyakan keefektifan rompi anti kanker. Padahal temuan rompi anti kanker ini telah berhasil menyedot perhatian dunia internasional. Namun akhirnya pada tanggal 3 Februari 2016, Kementerian Kesehatan akhirnya menggelar konferensi pers tentang hal ini. Pertemuan ini dilakukan guna menghasilkan review tentang rompi anti kanker dengan tim review yang terdiri dari Kemenkes, Kemesristekdikti, LIPI, dan KPKN. Berikut ini adalah hasil evaluasi dari tim review:
- ECCT (Electro Capacitative Cancer Treatment) belum dapat disimpulkan keamanan dan manfaatnya.
- Penelitian ECCT akan dilanjutkan sesuai standar pengembangan alat kesehatan dengan difasilitasi dan disupervisi oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti.
- Telah dibentuk konsorsium (Kemenker dan Kemenristekdikti) yang mengawal pengembangan ECCT dan ECVT yang telah bekerja sejak awal Januari 2016.
- Penelitian pra klinik dilaksanakan oleh konsorsium dan jika hasilnya baik akan diuji klinik di fasilitas kesehatan yang ditunjuk.
- Pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT akan diarahkan untuk mendapatkan pelayanan standar di 8 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk, antara lain RS Hasan Sadikin, RS Dr. Karyadi, RS Sanglah, RS Persahabatan, RS Sardjito, RS Soetomo, dan RS Dharmais serta RS lain yang bersedia. Jika pasien menghendaki penggunaan ECCT tetap diperbolehkan.
Hasil review ini disambut gembira oleh Dr. Warsito karena temuannya difasilitasi dan dikembangkan untuk mencapai standar yang diharapkan. Beliau akan terus melakukan riset untuk mendukung penelitian serta akan memberikan layanan teknis bagi pasien yang tetap memilih menggunakan ECCT. Waspadalah dengan terus mengupdate informasi kesehatan Anda dari website kesehatan terpercaya. (pf)