Fototerapi mengeluarkan cahaya panjang gelombang biru untuk mengubah bilirubin tidak terkonjugasi yang berada pada kulit. Bilirubin ini akan dikonversi menjadi fotoisomer larut air yang lebih tidak berbahaya yang kemudian akan dikeluarkan dari tubuh melalui empedu dan urine tanpa konjugasi. Untuk memberikan area terapi yang lebih luas, bayi baru lahir sebaiknya disinari dalam keadaan telanjang kecuali bagian mata harus menggunakan penutup mata. Dengan fototerapi yang intensif, kadar bilirubin serum total akan turun sebanyak 1 hingga 2 mg per dL (17 hingga 34 mikromol per L) dalam waktu empat hingga 6 jam terapi. Penurunan ini dapat berlangsung lebih lambat pada bayi yang menyusu pada ibunya dibandingkan bayi yang minum susu formula. Fototerapi umumnya dapat dihentikan ketik kadar total bilirubin sudah di bawah 15 mg per dL.
Hiperbilirubinemia atau bayi kuning adalah salah satu masalah yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Rekomendasi terbaru mendukung penggunaan fototerapi dilakukan ketika kadar bilirubin total serum berada atau di atas 15 mg per dL (257 mol per liter) pada bayi usia 25 hingga 48 jam, 18 mg per dL (308 mol per liter) pada bayi usia 49 hingga 72 jam, dan 20 mg per dL (342 mol per liter) pada bayi dengan usia di atas 72 jam. Bayi kuning termasuk dalam kategori berbahaya bila terjadi dalam waktu 24 jam pertama sejak kelahiran, kemudian kadar bilirubin serum total naik lebih dari 5 mg per dL (86 mol per liter) per hari atau lebih tinggi dari 17 mg per dL (290 mol per liter). Manajemen terapi bayi kuning ditujukan untuk menangani penyebab hiperbilirubinemia dan memulai treatment untuk mencegah toksisitasnya pada otak bayi baru lahir.
Hiperbilirubinemia pada periode bayi baru lahir dapat dihubungkan dengan beberap penyakit seperti penyakit hemolotik, metabolisme, dan gangguan endokrin, abnormalitas anatomik dari hati, atau terjadinya infeksi. Bayi kuning terjadi terjadi karena adanya endapan pigmen bilirubin tidak terkonjugasi pada kulit dan membran mukus.